WhatsApp Icon Gabung WhatsApp Channel Bone Terkini
Gabung

JAKARTA, BONETERKINI.ID – Momen kebersamaan Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto dalam peringatan Hari Lahir Pancasila 2025 mencuri perhatian publik. Kemesraan dua tokoh besar politik itu menjadi simbol kuat bahwa politik Indonesia masih menyisakan ruang untuk rekonsiliasi dan dialog.

Momen Megawati Prabowo mesra terjadi di Gedung Pancasila, Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Senin 2 Juni 2025. Dalam acara tersebut, keduanya tampak hadir berdampingan bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Ketiganya tampak duduk dalam satu forum kenegaraan yang sarat makna simbolik.

Megawati hadir sebagai Ketua Dewan Pengarah BPIP, sementara Prabowo sebagai Presiden RI. Keduanya tidak hanya duduk berdekatan, tetapi juga tampak saling berbincang dan menunjukkan kehangatan, yang dianggap publik sebagai gestur rekonsiliasi nasional.

Di sisi lain, kehadiran Gibran di forum yang sama juga menambah daya tarik momen tersebut. Meski sempat diberitakan ada interaksi antara Gibran dan Megawati di ruang holding, PDIP menegaskan bahwa hubungan mereka tidak seakrab yang terlihat.

Politikus PDIP Guntur Romli menyampaikan bahwa fokus utama Megawati di acara tersebut adalah memperingati Hari Lahir Pancasila dan bertemu dengan Presiden Prabowo. “Kami tidak mengetahui informasi kalau benar ada perbincangan Ibu Megawati dengan Gibran. Karena fokus kami pertemuan Ibu Megawati dengan Presiden Prabowo,” tegas Guntur, Selasa (3/6).

IKLAN

Lebih lanjut, Guntur menjelaskan bahwa Megawati tidak membawa urusan politik pribadi ke dalam forum kenegaraan. “Kalau memang kebetulan bertemu, ya bertemu,” ujarnya. Ia juga menegaskan bahwa secara organisatoris, Gibran bukan lagi bagian dari PDIP.

Meski demikian, publik tetap menyoroti kedekatan Megawati dan Prabowo yang dinilai mencairkan ketegangan politik pasca Pilpres 2024. Gestur hangat antara keduanya menjadi penanda bahwa rivalitas politik bisa dikesampingkan demi kepentingan bangsa.

Dalam konteks kenegaraan, peringatan Hari Lahir Pancasila bukan sekadar seremoni. Bagi Megawati, Pancasila merupakan warisan perjuangan ayahnya, Bung Karno. Sementara bagi Prabowo, Pancasila adalah fondasi penting dalam menjaga stabilitas nasional. “Pancasila adalah milik kita semua. Tugas kita menjaga dan mengamalkannya,” ucap Prabowo dalam pidatonya.

Tidak heran jika banyak pihak menafsirkan momen dekatnya Megawati Prabowo sebagai panggung ideologis yang memperlihatkan kedewasaan politik. Kehadiran mereka bersama dianggap sebagai simbol bahwa perbedaan tidak menghalangi dialog dan kerja sama antar elite.

IKLAN

Langkah Prabowo yang menggandeng tangan Megawati juga dianggap sebagai upaya untuk menurunkan tensi politik dan merangkul semua elemen bangsa, termasuk partai yang secara formal menjadi oposisi.

Apresiasi juga datang atas keputusan pemerintah yang memajukan jadwal peringatan Hari Lahir Pancasila ke 2 Juni 2025 demi menyesuaikan agenda Megawati. Ini menunjukkan adanya itikad baik untuk mempertemukan dua tokoh kunci dalam satu forum kebangsaan.

Meski begitu, tidak bisa dipungkiri bahwa setiap momen kebangsaan juga sarat dengan tafsir politik praktis. Gestur mesra bisa saja menjadi bagian dari strategi untuk menjaga akses kekuasaan atau melunakkan potensi oposisi.

Apa pun maknanya, pertemuan Megawati dan Prabowo telah memperlihatkan bahwa dalam politik Indonesia, perbedaan bukan akhir segalanya. Justru dialog antarkekuatan merupakan wujud demokrasi sehat yang layak dirawat bersama.