WhatsApp Icon Gabung WhatsApp Channel Bone Terkini
Gabung

BONE, BONETERKINI.ID – Harga minyak dunia memang sempat melonjak tajam usai kabar serangan langsung Amerika Serikat ke fasilitas nuklir Iran. Namun, Harga minyak dunia turun tak lama setelahnya. Pasar mulai tenang karena dinilai kecil kemungkinan terjadi gangguan serius terhadap pasokan minyak global.

Pada Senin pagi waktu AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) hanya naik 7 sen atau 0,1% menjadi USD 73,92 per barel. Sementara minyak mentah Brent menguat tipis 8 sen atau 0,1% ke level USD 77,09 per barel. Padahal, sempat menyentuh lebih dari USD 81 semalam.

Pasar Menanti Langkah Balasan Iran

Kenaikan harga awal dipicu kabar mengejutkan dari Presiden Donald Trump yang menyatakan bahwa Washington telah menyerang langsung fasilitas nuklir Iran di Fordo, Natanz, dan Isfahan, sebagai bagian dari keterlibatan dalam konflik Iran-Israel.

Menteri Luar Negeri Iran menyebut negaranya “menyimpan semua opsi” untuk mempertahankan kedaulatannya, namun belum ada aksi lanjutan sejauh ini. Analis dari S&P Global Platts menyebut harga minyak akan kembali normal jika Iran tak membalas secara signifikan.

IKLAN

Yang paling dikhawatirkan pasar adalah kemungkinan Iran menutup Selat Hormuz—jalur vital pengiriman minyak dunia. Menurut Energy Information Administration (EIA), sekitar 20 juta barel minyak mentah per hari atau 20% konsumsi global melewati selat ini sepanjang 2024.

Media pemerintah Iran melaporkan bahwa parlemen telah mendukung opsi menutup selat, namun keputusan akhir tetap di tangan Dewan Keamanan Nasional Iran.

Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, memperingatkan bahwa tindakan menutup Hormuz akan menjadi “bunuh diri ekonomi” bagi Iran sendiri. “Kami punya opsi untuk menghadapinya,” tegas Rubio dalam wawancara di Fox News. Ia juga mendorong Tiongkok menggunakan pengaruhnya, karena hampir setengah dari impor minyak mereka melewati Selat Hormuz.

Ketegangan Regional Tak Langsung Picu Krisis Energi

IKLAN

Iran memproduksi sekitar 3,3 juta barel per hari pada Mei 2025, berdasarkan laporan OPEC yang dirilis Juni. Sekitar 1,84 juta barel per hari di antaranya diekspor, dengan mayoritas menuju Tiongkok menurut data dari Kpler.

Sementara itu, tensi regional turut memanas. Di Irak, produsen minyak terbesar kedua OPEC, milisi pro-Iran sebelumnya mengancam akan menyerang kepentingan AS jika pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menjadi target.

Korps Garda Revolusi Iran bahkan menyebut pangkalan militer AS di kawasan bukan kekuatan, melainkan “kelemahan terbesar mereka.” Meski begitu, pernyataan itu tidak disertai rincian lokasi sasaran.

Di sisi lain, hubungan diplomatik yang baru pulih antara Iran dan Arab Saudi memberi harapan meredanya ketegangan. Kementerian Luar Negeri Saudi menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi di Iran dan keterlibatan AS dalam serangan terhadap fasilitas nuklir.

Arab Saudi, yang pernah mengalami serangan ke fasilitas minyaknya di Abqaiq dan Khurais pada 2019, memilih tidak terlibat langsung dalam konflik Iran-Israel kali ini. Saat itu, Riyadh dan Washington menuding Iran berada di balik serangan, meski Teheran membantah.

Direktur Eksekutif International Energy Agency (IEA), Fatih Birol, memastikan pihaknya memantau situasi dan siap bertindak jika perlu. “Pasar saat ini masih cukup terpenuhi, tapi kami siaga dengan 1,2 miliar barel cadangan darurat,” jelas Birol.