Ilustrasi pengisian BBM di Pertamina. |
BONETERKINI.ID – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengumumkan adanya penerapan pajak karbon (carbon tax) yang berdampak pada tambahan biaya dan harga di sektor hulu dan hilir bagi pemasar energi yang menghasilkan karbon seperti BBM dan LPG.
“Ini tentu akan menyebabkan kenaikan harga baik di sisi hulu maupun di hilir bagi pemasar yang menghasilkan karbon,” kata Arifin Tasrif.
Hasil pengujian internal Kementerian ESDM dengan menunjukkan tiga skema perhitungan dasar atas penerapan pajak karbon di sektor energi, yakni USD 2 per ton (Rp30/kg CO2e), USD 5 per ton (Rp75/kg CO2e), dan USD 10 per ton (Rp150/kg CO2e).
Jika dirincikan, terdapat tambahan biaya jika pajak karbon diterapkan baik dari sisi produksi maupun tambahan harga dari sisi konsumen oleh produsen yang menghasilkan emisi seperti batu bara, minyak, dan gas bumi.
Misalnya, jika pajak karbon ditetapkan sebesar USD 2per ton atau Rp 30 per kg CO2e, maka terdapat tambahan biaya USD 0,1 per ton dari sisi produksi batu bara dengan intensitas emisi 38,3 Kg CO2/ton dan produksi minyak dengan intensitas emisi 46 kg Co2/barel.
Lalu untuk sisi produksi gas bumi yang memiliki intensitas emisi sebesar 6.984 kg CO2/MMSCF akan dibebankan tambahan biaya USD 0,01/MSCF.
Selain itu dari sisi konsumen akan ada potensi peningkatan biaya tambahan harga sebesar Rp 64 per liter dari BBM yang memiliki intensitas 2,13 kg CO2/liter. Untuk konsumen gas atau LPG terdapat tambahan harga sebesar Rp 1.638/MSCF untuk gas dengan intensitas emisi 54,6 kg CO2/MSCF dan Rp 38/kg untuk LPG dengan intensitas emisi 1,26 kg CO2/kg.
Pengenaan pajak karbon juga diperkirkan berdampak pada tambahan biaya pada sisi konsumen batu bara yakni tambahan biaya pembangkit sebesar Rp 29/kWh dan tambahan di industri sebesar USD 5 per ton dengan intensitas emisi 2.526 kg CO2/ton atau 0,95 kg CO2/kWh.
Dampak lain juga dari sektor ketenagalistrikan, jika asumsi penjualan listrik negara 265,85 TWh dengan besaran produksi CO2e mencapai 5,33 ton per tahun, maka pengenaan pajak karbon senilai USD1 per ton akan meningkatkan pendapatan negara senilai Rp 76,49 miliar.
Hal ini seiring juga dengan penambahan Biaya Pokok Penyediaan (BPP) tenaga listrik senilai Rp 76,49 miliar, dan penambahan subsidi listrik senilai Rp 20,46 miliar serta kompensasi senilai Rp 61,38 miliar.
Dalam dengan Undang-Undangan No 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, pajak karbon dikenakan atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif bagi lingkungan hidup dan memperhatikan peta jalan pajak karbon yang ditetapkan oleh pemerintah dan/atau peta jalan pasar karbon.
Adapu tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah sebesar Rp30,00 per kg CO2e di mana berlaku pada 1 April 2022 di subsektor PLTU batubara dengan skema cap & tax. Subjek pajak karbon sendiri merupakan orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau aktivitas yang menghasilkan karbon.
Tinggalkan Balasan