Situs Bangkalae, Kabupaten Bone. |
BONE, BONETERKINI.ID – Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman memilih tanah dari situs Bangkalae, Kabupaten Bone untuk dikirim ke Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur (Kaltim).
Kepala Dinas Kominfo Sulsel, Amson Padolo mengungkapkan filosofi kenapa tanah dari Bangkalae, Kabupaten Bone karena merupakan tempat dipersatukannya tiga tanah yang secara adat didatangkan dari tiga Kerajaan Besar di Sulawesi yaitu Kerajaan Bone, Kerajaan Luwu, dan Kerajaan Gowa.
“Setelah dipadukan ketiga tanah tersebut serta merta berubah menjadi warna kemerah-merahan dalam bahasa Bugis disebut Tanah BangkalaE,” ungkapnya.
Selain tanah dari Bone, Pemprov Sulsel juga mengirimkan air dari salah satu masjid tertua di Indoesia yaitu masjid Al Hilal Katangka dari Kabupaten Gowa.
“Kalau tanah itu dari tanah Bangkalae di Bone kemudian kalau airnya dari sumur Masjid Tua Katangka di Gowa,” ungkapnya.
Air ini diambil dari Sumur Mesjid Al Hilal Katangka yang dibangun pada tahun 1603 dan merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia.
Selain itu, mesjid ini juga menyimpan kisah masa lampau kerajaan Islam di Gowa, yang di dirikan pada masa pemerintahan Raja Gowa XIV Sultan Alauddin atau I Manggarangi Daeng Manrabbia, pada abad XVII.
“Jadi ada filosofinya. Ini nanti digabung air-tanah dari 33 gubernur dalam Kendi Nusantara di IKN,” tukasnya.
Diberitakan bahwa seluruh gubernur diundang Presiden Jokowi untuk berkemah di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dengan membawa air dan tanah yang nantinya akan dijadikan satu di dalam kendi.
Dikutip dari laman resmi Kemenko Polhukam, Mahfud Md mengungkap kegiatan mencampurkan air-tanah tersebut dilakukan sebagai bentuk persatuan.
“Dari Bengkulu, dari Papua Barat, dari Papua, dari Kalimantan, dari Sumatera Barat, Aceh, semua berkumpul di sana,” ungkapnya.
Adapun kegiatan mencampurkan tanah dan air dari 33 provinsi itu akan menjadi hal yang menarik ke depan dan sebagai bentuk adat untuk mempersatukan seluruh keberagaman yang ada di RI.
“Tidak usah 100 tahun lah, mungkin 30 tahun itu menjadi cerita yang sangat menarik. Bagaimana kita berupacara melalui adat kenegaraan dan keagamaan, digabung di situ, untuk masuk ke ibu kota baru,” jelasnya.
Tinggalkan Balasan