Diskon Harga Rokok, Negara Berpotensi Rugi Rp 2,6 Triliun
BONE, BONETERKINI.ID – Harga rokok yang tidak sesuai dengan  Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/2019 dinilai berpotensi mengurangi pendapatan negara dari cukai.
Harga rokok yang relatif murah serta dijual di bawah Harga Jual Eceran (HJE) menyebabkan masyarakat lebih mudah untuk menjangkaunya, mengingat dikenakannya cukai sebagai upaya mengendalikan ketergantungan konsumsi rokok.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho membeberkan bahwa negara bisa kehilangan pendapatan dari cukai mencapai Rp 2,6 triliun akibat praktek dikson rokok.
Perkiraan ini didasarkan pada data dari kajian INDEF pada 2019 yang menyatakan potensi hilangnya PPH Badan dari kebijakan diskon rokok senilai Rp 1,73 triliun ditambah kenaikan rerata HJE segmen SKM dan SPM sebesar 52,1 persen.
Emerson menyebutkan beberapa merek rokok yang dijual di bawah HJE, diantaranya :
1. Dunhill isi 16 yang dijual dengan Harga Transaksi Pasar (HTP) Rp 20 ribu per bungkus dari HEJ nya Rp 27.200 per bungkus, 
2. LA Bold dengan HTP Rp 25 ribu per bungkus dari HEJ Rp 34 ribu, 
3. Sampoerna A Mild dengan HTP 15 ribu per bungkus dari HJE 20.400, 
5. Promild yang dijual dengan HTP 20.700 dari HJE 27.200 per bungkus.
Adapun yang diatur dalam PMK teranyar ini, rata-rata kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) tahun 2020 sebesar 21,55 persen. Secara rerata, tarif CHT Sigaret Kretek Mesin (SKM) naik sebesar 23,29 persen, Sigaret Putih Mesin (SPM) naik 29,95 persen, dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) atau Sigaret Putih Tangan naik 12,84 persen.